Kemiskinan sering kali dilihat sebagai beban. Ia
membawa rasa sesak di dada, perut yang kosong, dan harapan yang terasa jauh. Tidak
ada yang ingin hidup dalam kekurangan, apalagi merasakannya setiap hari. Namun,
di balik pahitnya kemiskinan, tersimpan benih-benih kesempatan yang sering
luput dari pandangan.
Bagi sebagian orang, kemiskinan memaksa mereka
untuk menyerah. Tetapi bagi mereka yang mau membuka mata hati, kemiskinan
adalah guru kehidupan yang keras namun jujur. Ia mengajarkan nilai kerja keras,
rasa empati, dan kemampuan menghargai hal-hal kecil. Dari sana lahir tekad yang
membara untuk memperbaiki keadaan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga
untuk keluarga dan generasi berikutnya.
Kemiskinan menuntun kita untuk berpikir kreatif,
mencari solusi dari keterbatasan, dan menemukan potensi yang mungkin tidak akan
pernah muncul jika hidup selalu nyaman. Dari tanah yang kering bisa tumbuh
bunga yang indah, begitu pula dari hidup yang serba sulit bisa lahir pencapaian
luar biasa.
Miskin memang tidak enak. Tetapi bagi mereka yang
mampu mengambil pelajaran darinya, kemiskinan adalah titik awal perubahan
besar. Ia memaksa kita untuk bermimpi lebih tinggi, bergerak lebih cepat, dan
bertahan lebih kuat. Di sanalah kemiskinan menjadi sumber inspirasi—bukan akhir
dari segalanya, tetapi awal dari perjalanan menuju masa depan yang lebih baik.
Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Kemiskinan sebenarnya memberikan Manfaat besar bagi yang bisa mengambil
manfaatnya. Meskipun miskin itu sesuatu yang tidak enak, tetapi ia mampu
memberikan manfaat yang tidak ternilai harganya. Sesungguhnya, sungguh menarik
kalau kita meng eksplore kehidupan manusia yang merasa kurang beruntung.
Manusia-manusia miskin. Pengalamanku mengatakan menjadi Miskin itu sesungguhnya
adalah sebuah Kesempatan. Karena tidak semua orang bisa merasakannya.
Boleh dikatakan hampir semua manusia bisa melewatinya. Tapi kenapa
mereka tetap miskin? Ya itulah persoalannya. Karena mereka ternina bobokkan
oleh kemiskinan itu sendiri. Mereka jadi terlena. Mereka tidak mencari jalan
keluar dari kemiskinan itu. Sebagian dari mereka, memang karena tidak tahu
jalannya. Mereka memang tidak tahu jalan kehidupannya. Sehingga mereka
seolah-olah terlihat tidak punya Mau. Tidak jelas apa Maunya. Manusia yang
tersesat ke kehidupan yang TIDAK DIA INGINI. Setiap Asa Bertabur Nikmat.
Prinsipnya adalah bahwa Apa yang Kita Pikirkan Akan menarik dan direspon oleh “alam sekitar kita”. Dan akan memberi respon secara langsung terkait apa yang kita Pikirkan. Masalahnya? Apakah kita bisa meyakinkan lingkungan Kita? Disitulah persoalannya. Kalau lingkungan sekitar mempercayai niat atau pikiran Kita maka jadilah Kita seperti apa yang Kita inginkan dan Sebaliknya. Jadi sederhananya.
Apa Itu Kemiskinan
Yang MengInspirasi.
Ketika Kita menginginkan sesuatu, dan mengatakannya atau
“mendeklarasikannya” dengan jelas. Percayalah lingkungan di sekitar Kita
akan berpartisipasi untuk mewujutkannya. Disini hukum atraksi ( Law Of
Attraction”) akan fasilitasi “keinginan Kita dengan alam sekitar” untuk
mewujutkannya buat Kita.
Sederhananya. Kalau anda punya keinginan sungguh-sungguh dan berusaha
untuk itu? Maka percayalah “jagad Raya” atau alam ini akan membantuMu
mewujudkannya. Misalnya kalau Anda mau keluar dari Belenggu Kemiskinan. Baca
Buku “Setiap AsaBertabur Nikmat”. Buku yang berisi “Road Map” keluar dari
Belenggu Kemiskinan.
Lalu Deklarasikan NiatMu. Nyatakan dengan Tegas” bahwa Kau Ingin SukSes,
Berhasil dan tidak mau Hidup Miskin. Percayalah Alam sekitar akan memberikan
responnya. Jagad Raya akan membantuMu. Kalau Kau Yakin maka Alam pun akan Yakin
Padamu dan Kau Pasti Berhasil.
Masih ingat dengan kisah Bob Sadino? Pria yang awalnya mau membuka “
Taksi Berkelas” dengan mobil Merci yang dia kemudikan sendiri? Sayangnya. Pada
masa itu mobilnya tabrakan dan hancur? Kemudian dia terpaksa jadi Kuli bangunan
dengan upah setara Rp 100 ribu perhari? Ya dia sungguh terpukul, dan mengalami
depresi. Tapi untunglah, suatu hari sahabatnya memberi saran untuk mencoba
terapi “pelihara ayam”.
Petaka Dan
Kemiskinan Yang MengInspirasi. Itu Nyata.
Maksudnya dengan membuat kesibukan yang bermanfaat baginya
yakni dengan memelihara ayam, maka kesehatannya bisa pulih kembali. Ternyata
cara itu berjalan baik, dan malah Bob Sadino bisa melihat peluang baru dari
BERTERNAK AYAM. Bob Sadino mampu melihat peluang bisnis dari telur ayam. Tidak
punya modal? Tidak jadi soal. Bob menghubungi sahabatnya, Sri Mulyono
Herlambang untuk mengirimkan 50 bibit Ayam broiler langsung dari Belanda.
Bob yang pada saat itu, sama sekali masih asing dengan ketrampilan
berternak ayam. Belajarnya hanya dari majalah. Tetapi ternyata bisa dan malah
berhasil menjualkan telur ayamnya, mulai dari hanya hitungan biji perhari
hingga jadi puluhan Kilo. Artinya dia bisa mengatasi permasalahan kemiskinannya
ketika ia berhasil menghasilkan “telor ayam” puluhan kilo perminggu.
Saya ingin memperkenalkan salah satu dari pendekar Kemiskinan itu.
Aku suka Dahlan Iskan. Saya senang bukan karena keberhasilannya
membangun Jawa Pos, atau karena keberhasilannya di dunia bisnis hingga jadi
Menteri Negara. Dari penglihatan saya itu semua adalah efek samping dari
keberhasilannya “menuntaskan kemiskinan” yang menderanya sejak lahir.
Tantangan dan
Peluang, Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Pergumulannya dengan kemiskinan berlangsung sejak dia lahir hingga
menjadi “reporter” surat kabar lokal di Samarinda. Bayangkan, meski masih
sebagai Reporter, tapi ia berhasil tercatat sebagai mahasiswa di dua
universitas, IAIN dan Univ 17 Agustus dan juga berumah tangga.Sesuatu yang
pencapaian yang hebat.
Kemiskinan telah membuatnya bisa melihat dunia apa adanya. Kalau kau
berusaha pasti ada hasilnya. Hasilnya? Ya tergantung kualitas usahamu.
Kemiskinan telah membuatnya bisa memanfaatkan Kain Sarung menjadi sesuatu yang
luar biasa. Dahlan kecil sudah biasa dengan CUCI KERING. Maksudnya cuci
dan tungguin hingga kering. Kalau lagi mencuci baju, sarung bisa dikemulkan
pada badan atasnya. Bila sedang mencuci celana, sarung bisa dijadikan bawahan.
Kalau sedang cari sisa-sisa panen kedelai di sawah tetangga,
sarung itu bisa dijadikan karung. Bila perut lagi lapar dan dirumah tidak ada
makanan, sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang. Jadilah dia pengganjal
perut yang bersahabat. Kalau mau sholat jadilah dia benda yang penting untuk
menghadap Tuhan. Saat lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Kalau sarung itu
sobek masih bisa dijahit. Bila ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa
ditambal. Kalau tambalanya pun robek, sarung itu belum juga akan pensiun. Masih
bisa dirobek sesuai kebutuhan. Bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung
bantal dan bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi.
Anugrah Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Dahlan telah selesai dengan kemiskinannya. Pengalaman telah memberinya
segalanya, yakni keyakinan. Masa-masa tahun 1975 an, adalah masa-masa kehidupan
Koran, kegiatan jurnalisme dan KORAN KAMPUS tumbuh subur. Suatu masa yang
memungkinkan “munculnya” anak-anak muda ke panggung nasional. Semua semangat
menyatu di sana, ada aroma perjuangan, aroma profesionalisme, ada uang dan ada
ketenaran. Setahun kemudian Dahlan sudah kembali ke Surabaya dan menjadi
wartawan Tempo. Ia menemukan dunianya di sana. Sejak saat itu keberhasilan demi
keberhasilan dia capai, nggak ada redupnya.
Berikut saya ingin juga memperlihatkan bagaimana seorang anak muda dari
keluarga miskin dan sangat bersahaja tetapi ternyata dalam perjuangan hidupnya
mampu keluar dari Jebakan kemiskinan itu sendiri dan menjadi kaya Raya dan jadi
Menteri Negara di saat uasianya masih tergolong muda. Dialah Bahlil Lahadalia.
Kini siapa yang tidak kenal Bahlil Lahadalia, SE., terlebih lagi setelah
ia dilantik menjadi Menteri Investasi/Kepala BKPM oleh Presiden Jokowi pada 28
April 2021. Menteri dengan dengan harta 300 Milyar, kini Menteri ESDM. Juga
sebagai Ketua Umum Golkar. Sungguh sebuah pencapaian yang tidak mudah. Kalau
tahu jalan hidupnya maka anda akan lebih kagum lagi pada sosok pemuda ini.
Kemiskinan Yang
MengInspirasi.Bernama Bahlil Lahadalia.
Bahlil Lahadilia lahir di Banda, Maluku pada 7 Agustus 1976. Ia anak
kedua dari delapan bersaudara pasangan Lahadalia dan Nurdjani. Leluhur ayah
Lahadalia berasal dari Sulawesi Tenggara. Mereka merantau ke Kepulauan Banda,
Maluku Tengah. Sedangkan ibunya, Nurdjani berasal dari Banda Neira, salah satu
pulau di Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Maluku.
Bahlil kecil menghabiskan masa sekolah dasar hingga pendidikan tinggi di
wilayah timur. Ia menempuh sekolah dasar di SD Negeri 1 Seram Timur, kemudian
melanjutkan ke jenjang sekolah pertama di SMP Negeri 1 juga di Seram
Timur, Maluku. Kemudian keluarganya pindah ke Fak-Fak, Papua Barat. Bahlil
kemudian melanjutkan pendidikan di SMEA YAPIS Fakfak, Papua Barat.
Pemuda yang memasuki masa remaja di Fakfak Papua ini justeru
datang dari keluarga biasa yang sangat bersahaja. Bisa dibayangkan.
Bapaknya adalah seorang kuli bangunan dan ibunya juga ikut membantu keluarga
dengan bekerja sebagai pembuat kue-kue jajanan sekaligus sebagai Tukang Cuci
pakaian bagi beberapa tetangga di sekitar mereka.
Miskin Tapi Lega, Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Kalau dia ditanya awal mula jadi pengusaha dia malah mengatakan, sejak
dari kecil saat SD dia sudah jadi “pengusaha” tetapi sebagai penjaja kue.
Jualan kue yang dibuatkan mamahnya. Itu terjadi bukan karena ke
inginannya, tapi karena hal itu harus dilakukan dan terpaksa dilakukan.
Karena memang saat itu keluarganya, nyaris tidak punya apa-apa. Mamahnya
terpaksa jadi tukang cuci atau laundry di rumah tetangga. Ya sebagai
spesialis cuci pakaian. Hal itu dilakukan untuk bisa membantu bapaknya yang
bekerja sebagai buruh atau kuli bangunan dengan gaji saat itu Rp
7.500/hari setara dengan Rp 100.000. saat ini.
Jadi keluarga dengan 8 orang bersaudara ini, awalnya 9, salah satu
meninggal dunia. Bahlil adalah anak kedua. Jadi kondisinya memang sejak SD itu
kalau mau sekolah, ya harus bantu cari duit atau cari duit sendiri.
Jadilah dia penjual kue, menjajakan kue dari apa yang mamahnya
buat. Itu adalah bentuk keharusan. Keadaan menuntut nya harus melakukan sesuatu
dan membantu keluarga nya agar dapat hidup dan mempertahankan
kelanjutan hidup. Kalau nggak, nggak bisa bantu mamah dan keluarga saya, jelas
tidak mungkin adik-adik nya banyak. Begitu kenangnya.
Dalam kondisi seperti itulah kemudian dia bisa beli buku, bisa beli
sepatu, bisa beli dan bermain kelereng dengan teman-temannya. Itu berlanjut
terus sampai dengan SMP. Ketika saat SMP, karena memang kondisi keuangan
orang tua yang masih susah, dia pernah jadi kondektur angkot. Jadi jualan
ikan di pasar. Saat duduk di SMP kelas 3 dia juga pernah jadi pembantu
excavator proyek saat musim libur sekolah. Malah ketika di SMEA, dia sudah
punya SIM dan jadi sopir angkot. Lulus SMEA Bahlil berangkat ke Jayapura dan
tinggal di asrama orang Fakfak.
Kerja dan Berkah Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Bisa dibayangkan bagaimana ia bisa keluar dari Fak-Fak untuk melanjutkan
pendidikan? Ini adalah tipikal masalah bagi remaja Kampung yang ingin
melanjutkan pendidikan. Tetapi tidak punya uang dan saudara di Kota tempat
pendidikan itu berada. Dari caranya hidup selama ini, sebenarnya dia sudah
memeiliki ketrampilan “cara hidup” di Kotanya. Yakni kota Fakfak.
Dihatinya dia sudah sangat PD ( percaya diri) bahwa sebenarnya dengan
“ketrampilan” dan pengalaman hidup yang telah dipunyainya selama ini. Dia
mampu hidup di Kota mana sajapun. Masalahnya dia lagi ngggak punya biaya untuk
sekedar transportasi dan biaya pendaftaran untuk Kuliah. Tapi itupun dia
percaya bisa mendapatkannya, itu sudah pasti. Masalahnya belum ketemu saja.
Waktu itu dia putuskan berangkat ke Jayapura karena melihat teman-teman
seangkatan nya pergi kuliah. Dia tahu, sebab teman-temannya memang sudah dari
jauh jauh hari mempersiapkannya. Tetapi melihat teman-temannya pada berangkat.
Dia lalu tertantang, kalau mereka bisa dan berani kenapa saya tidak? Dengan
semangat seperti itulah Bahlil muda berangkat ke Jayapura. Soal nanti seperti
apa? Ya bagaimana nantinya sajalah.
Bahlil muda memilih berangkat ke Jayapura, karena pilihan itulah yang
paling realistis. Keluarganya memang tahu kalau ia ke Jayapura tetapi hanya
sebatas sebagai perantau bukan untuk Kuliah. Bahlil muda berangkat ke Jayapura.
Saat itu dia hanya membawa ijazah, baju juga cuma punya tiga stel, ditambah SIM
(Surat Izin Mengemudi). Dia berangkat tanpa Koper atau Tas, yang ada hanya
KANTONG KRESEK.
Tak Ada Beban
Kemiskinan Yang MengInspirasi.
Dia naik Kapal Perintis, dari Fakfak ke Jayapura. Waktu itu lama
perjalanan diperlukan waktu dua minggu baru tiba ke Jayapura. Naik Kapal
Perintis kan kondisinya juga sangat berbeda. Penumpang campur dengan
kambing-kambing, kayu, keladi, sayur mayur dll., semua campur baur. Kapal
Perintis saat itu memang demikian kondisinya. Tapi ya senang saja.
Bahlil ahirnya mendaftarkan diri ke perguruan tinggi Swasta. Di Akademi
Keuangan dan Perbankan (Akubank) kini menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE) Port Numbay, Jayapura. Kehidupan baru pun harus dimulai. Alhamdulillah
di dekat asrama ada Pasar. Pasar itu posisinya agak di dalam sekitar 70-100
meteran dari pinggir jalan. Jadi setiap jam 5 subuh dia sudah bangun lengkap
dengan grobak, sebagai porter belanjaan. Yakni membawakan belanjaan para
pengunjung pasar hingga ke pinggir jalan ke tempat angkot lalu lalang.
Lumayan dari satu orang biasanya bisa dapat 200-250 rupiah. Pada hari
berikutnya dia juga sudah siap dengan dagangan Koran lokal atau Koran Jakarta
yang hari kemarin. Jual Koran juga ternyata menarik, minimal bisa beli makan
sarapan hingga makan siang, bahkan kalau lagi untung kisa dapat sampai beli
makan malam. Bahlil muda sudah bisa melihat peluang itu, memang tidak mudah
tetapi jalannya sudah ada. Bahwa hasilnya tidak seberapa, tidak masalah.
Bahwa jalan seperti itu berat ya..benar benar berat..tapi ada jalan keluarnya.
Kemiskinan Yang MengInspirasi. Suatu Anugrah.
Pengalaman hiduplah yang membuat ia bisa berintegrasi dengan lingkungannya.
Masa-masa itu adalah tahun-tahun 97-98, dimana pemerintah Orde Baru mengalami
keterpurukan ekonomi yang parah. Demonstrasi ada dimana-mana yang menuntut
perbaikan. Bahlil muda terpanggil, ikut demo, disamping tetap cari makan
sendiri dan biayai kuliah. Pada semester ke lima, Bahlil muda malah suda
terpilih jadi Ketua Senat Mahasiswa. Pergerakan mereka ini bisa dikatagorikan
masuk pada Angkatan 66. Menurut Bahlil mereka termasuk angkatan 66 di Jayapura.
Jadi kalau disebut angkatan 66 Jayapura, ya mereka inilah pelakunya.
Semester 5 Bahlil sudah jadi ketua senat, setelah itu semester 6 dia
mulai berpikir bahwa dia harus menghentikan kemiskinan ini. Waktu itu tekad nya
mengatakan begini, kemiskinan harus distop. Kemiskinan ini paling tidak baik.
Masih tahun itu juga, dia bersama-sama kawan kawannya mendirikan perusahaan
keuangan berbasis IT. Dia jadi Direkturnya dengan gaji bulanan 35 juta/bulan.
Nggak kebayangkan? Tapi itulah Bahlil muda, sejak saat itu dia terus membangun
bisnisnya dan merambah keberbagai bidang. Bisnisnya melaju dan berkembang yang
membuatnya kaya raya.